Jakarta, MinergyNews– Sepertinya langkah PT Freeport Indonesia (PTFI) yang berencana akan menggugat pemerintah Indonesia ke Arbitrase Internasional, akan berdampak terhadap kontrak operasi tambangnya di Papua.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, kontrak operasi Freeport Indonesia akan berakhir pada 2021. Apabila Freeport jadi menggugat pemerintah Indonesia ke Arbitrase Internasional, maka rencana perpanjangan kontraknya bisa jadi tidak akan disetujui.
“Bagus dong kalau arbitrase, biar ada kepastian (hukum) kita kan begini, itu kan semua aturan ketentuan sudah kita berikan. Tidak boleh dong kita harus didikte, enggak bisa dong. Kan dia harusnya divestasi saham 51% itu 2009, dia harus bangun smelter, dia kan enggak lakukan,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta.
Luhut menegaskan, nantinya hasil keputusan dari arbitrase akan menjadi modal pertimbangan pemerintah pada kontrak Freeport Indonesia ke depan. “Ya tergantung, kalau nanti dia arbitrase selesai 2021. Ya dia minta begitu ya sudah kalau kau minta begitu,” tuturnya.
Sementara itu, Luhut mengungkapkan, pemerintah Indonesia sangat siap menghadapi gugatan Arbitrase Freeport Indonesia.
“Pemerintah tidak boleh terus-terusan didikte oleh perusahaan multinasional seperti Freeport Indonesia,” imbuhnya.
Bahkan sebagai orang Indonesia, Luhut mengaku pemerintah Indonesia akan memenangkan ancaman arbitrase dari Freeport Indonesia.
“Yang jelas undang-undang di kita, peraturan di kita, pengadilan di kita, ya masak enggak. Enggak mau kita didikte dan kita cukup bagus dan kita mau business to business enggak ada urusan negara ke negara dia private sector kok. Dia kan sudah 50 tahun di Indonesia pada 2021. Masak Indonesia enggak boleh jadi majority (memiliki saham mayoritas),” pungkasnya.
Namun, Luhut mengungkapkan, apabila nanti gugatan arbitrase Indonesia yang menang, pemerintah siap mengajak baik BUMN, swasta nasional untuk mengambilalih pengoperasian Freeport Indonesia. (us)