Jakarta, MinergyNews– Akhirnya proyek Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Muara Laboh Unit 2, Solok Selatan, Sumatra Barat, mendapat pendanaan yang bersumber dari Asia Zero Emission Community (AZEC). Kesepakatan ini tertuang dalam penandatanganan Financial Close PLTP Muara Laboh antara Sumitomo Corporation, Inpex, dan Supreme Energy yang tergabung dalam joint venture (JV) PT Supreme Energy Muara Laboh (SEML) dalam kerangka kerja sama AZEC.
CEO Supreme Energy, Nisriyanto mengungkapkan, pihaknya apresiasi dan penghargaan yang paling tulus kepada mereka yang memungkinkan pencapaian ini. Kesepakatan ini disebutnya sebagai simbol kolaborasi dan komitmen kolektif untuk membangun Indonesia yang lebih berkelanjutan.
“Pencapaian ini bukan sekadar tonggak finansial. Ini adalah simbol kolaborasi dan komitmen kolektif kita untuk membangun Indonesia yang lebih berkelanjutan,” ujarnya di Jakarta, Selasa (06/05/2025).
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, Senin (05/05/2025) mengatakan kesepakatan financial close untuk PLTP Muaralaboh Unit 2 dengan kapasitas 88 megawatt (MW) telah selesai. Adapun, nilai pendanaan dari AZEC mendekati US$ 500 juta atau Rp 8,21 triliun.
“Kesepakatan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan Utusan Khusus Jepang, Fumio Kishida, tadi malam. Dalam hal ini, AZEC berkomitmen untuk mendukung investasi sektor swasta guna mempercepat transisi energi dan ekonomi hijau di Indonesia,” kata Airlangga.
Sebagaimana diketahui, AZEC komitmen menyediakan dana sekitar 4.000 triliun yen atau sekitar US$ 35-40 miliar untuk proyek-proyek renewable energy di Asia. Selain PLTP Muaralaboh Unit 2, pendanaan AZEC juga akan diterapkan untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Legok Nangka, sustainable aviation fuel (SAF), dan PLTP Sarula, serta proyek jaringan transmisi listrik Jawa-Sumatera.
Untuk itu, Nisriyanto mengingatkan kembali ke titik awal perjalanan proyek ini dan melihat potensi sekaligus kompleksitasnya. Pengembangan PLTP Muaralaboh Unit 2 dimulai sejak awal tahun 2020, ditandai dengan dimulainya negosiasi amandemen Power Purchase Agreement (PPA) dengan PT PLN (Persero). Uji tuntas pemberi pinjaman dimulai pada awal 2024, diikuti dengan persetujuan tarif oleh Menteri ESDM pada bulan November 2024 yang diikuti dengan penandatanganan Amandemen PPA pada 23 Desember 2024.
“Mengembangkan energi panas bumi di Indonesia bukanlah tugas yang mudah. Ini adalah upaya yang berani yang tidak hanya membutuhkan modal dan teknologi, tetapi juga keuletan, penyelarasan strategis, dan rasa hormat yang mendalam terhadap masyarakat dan lingkungan tempat kita beroperasi,” imbuhnya.
Sementara itu, Nisriyanto menambahkan, setelah memperoleh financial close untuk Unit 2 ini, Supreme Energy Muara Laboh akan segera memulai proyek pembangunan. Pembangkit listrik ini ditargetkan commercial operation date (COD) pada Oktober 2027 mendatang.
“Proyek ini bukan hanya tentang megawatt. Ini tentang makna. Ini tentang ribuan rumah tangga yang kini terhubung dengan listrik yang andal di Sumatera dan membawa kita lebih dekat ke target energi terbarukan nasional,” tandasnya.